Oleh : Armiya Nur Lailatul Izzah, M.Pd. *
Kebijakan pemerintah untuk menghapus tenaga honorer menjadi ASN P3K memang terlihat meyakinkan tetapi ada sedikit keganjilan ketika jumlah guru honorer lebih banyak dari kuota P3K, maka guru honorer akan dialihkan menjadi tenaga outsoourching.
Katakanlah skema itu akan berjalan di lapangan. Namun, tetap saja semua persiapan harus dilakukan mulai dari pemerintah pusat, sampai pemerintah daerah. Skema perubahan ini, tidak bisa semerta-merta langsung memberhentikan tenaga honorer di tahun 2023.
Apalagi di lembaga pendidikan, guru honorer (non-ASN) masih dibutuhkan. Namun, yang perlu dipertegas dalam perubahan ini yaitu pola rekrutmennya yang harus sesuai kebutuhan, mendapat penghasilan layak, setidaknya sesuai UMR.
Berkaitan dengan sistem pemerintah daerah tidak bisa diberlakukan secara langsung. Pemerintah daerah diberi kebebasan untuk menerapkan secara bertahap. Apalagi dengan kondisi keuangan daerah yang kurang stabil, perubahan dari honorer ke outsourcing akan memakan waktu.
Selain itu, pemerintah harus membuat regulasi yang jelas bagi pihak yang terdampak perubahan dari tenaga honorer me
njadi outsourcing. Pemerintah secara rigid dan spesifik menetapkan kebijakan khusus bagi yang terdampak. Misalnya pihak sekolah, karena sekolah akan terdampak untuk pengeluaran gaji tenaga outsourcing.
Jelasnya, jika memang yang diharapkan adalah kesejahteraan maka poin penting dari kesejahteraan itu harus diperhatikan. Mulai dari penerapan di lapangan, kebutuhan di lapangan, sampai bagaimana menjalankan skema perubahan itu secara baik.
Tugas utama bukan hanya di pemerintah pusat dan DPR. Tapi pemerintah daerah, dan segenap tenaga kerja yang masih bersifat honorer harus turut mengawal kebijakan ini.
* Kaprodi PGMI STAI Khozinatul Ulum Blora