ديمابرز – الاثنين (16 اكتوبر 2023) Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (معهد التكنولوجيا التطبيقية) dan Ilmu Hadis (جزيرة) IAI Khozinatul Ulum Blora mengadakan Seminar Internasional dengan mengusung tema “Tantangan Kajian Sunnah Nabawiyyah di Era Globalisasi” di halaman kampus IAI Khozinatul Ulum Blora.
Pada acara seminar ini dihadiri oleh Kh. Ahmad Muhammad Muharor Ali selaku pengasuh Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, خ. Ahmad Zaky Fuad. س. ث. M.Ag., selaku Rektor IAI Khozinatul Ulum Blora, Ahmad Syaifulloh M, Pd. أنا نائب المستشار I, محمد نبيل ,س, Sy,.م, اي جي. Wakil Rektor II, أحمد سيف ريزال م,PD., selaku Wakil Rektor III, دكتور. خ. Nur Ihsan., قانون العمل., MA., selaku Wakil Rektor IV, دكتور. عبد المفيد , قانون العمل., MA., Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Arim Irsyadulloh Albin Jaya M.Pd., selalu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan, ح. أجوس سوسانتو, قانون العمل., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam, segenap dosen IAI Khozinatul Ulum, Perwakilan PC IMM Blora, Mahasiswa al-Muhammad Cepu, dan seluruh mahasiswa IAI Khozinatul Ulum Blora.
Acara seminar internasional ini dibuka oleh Anisa Selaku MC, tak lupa pembacaan ayat suci Al – Quran yang dibacakan oleh Muhammad Zainal Abidin, Menyanyikan lagu Indonesia raya, mars dan himne IAI Khozinatul Ulum yang dipandu oleh Siti Roihatul Jannah dan pembacaan maulid Al- Berjanzi yang dibawakan oleh UKM hadroh Khiznaya Al- Bana.
خ. أحمد زكي فؤاد. إس تي آي., M.Ag., selaku Rektor IAI Khozinatul Ulum Blora mengatakan “Beliau sangat senang dengan cara ini. Alhamdulillah pada kesempatan ini dalam Seminar Internasional kami dapat menghadirkan Syekh Maher Ahmad Al-Hani ad-Dimasqy As-Syafi’i selaku pengajar di masjid Ibnu Abbas Suriah dan halaqah kitab Turas di Khartoum Sudan. Semoga dengan kegiatan ini kami dari civitas akademik IAI Khozinatul Ulum Blora selalu ber-istiqomah dan haus akan ilmu”, هو قال.
Syekh Maher Ahmad Al-Hani As-Syafi’i Ad-Dimasqy menyampaikan dalam materinya, “Bahwa otoritas orang awam kaum Muslimin beranggapan bahwa hadist tidak sama dengan al-Quran karena tidak ada tajwidnya. Begitu diawal permulaan nabi tidak mengizinkan hadist-hadistnya ditulis oleh para sahabat karena pada waktu itu ada sahabat yang tidak bisa menulis maupun menghafalkan dan Nabi takut kalau dibukukan, Ia tidak bisa membedakan antara mana yang hadist dan mana yang al-Quran.
Setelah waktu berlalu akhirnya sahabat bisa membedakan antara al-Quran dan Hadist dengan kepekaannya, karena lafadz al-Quran beda dengan hadist baik dari segi ijaz-nya dan tajwidnya.
Khalifah Umar memerintahkan Muhammad bin Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadis yang ada pada para penghafal hadis di Hijaz (Madinah dan Makkah) dan Suriah. Az-Zuhri adalah ulama besar dari kelompok tabiin pertama yang membukukan hadits. Bahkan Muhammad al-Zuhri itu dijuluki sebagai “Hammal” karena beliau kemana-mana selalu bawa pena atau alat tulis dan beliau akan selalu menuliskan kejadian-kejadian apapun pada waktu itu dengan penanya. Beliau juga mengumpulkan ada sekitar 16.000 Hadist, dan luar biasanya sebelum meriwayatkan hadits-hadits tersebut beliau pasti berwudhu dulu dan sholat Sunnah dua rakaat.
Dikisahkan juga sahabat yang bernama Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Uwais ketika beliau bepergian dari kota Madinah ke Syam hanya untuk mendengarkan satu hadist Rasulullah Saw. Dari periode ini muncullah tiga hadits diantaranya majemuk (mengumpulkan hadist tanpa di petakan ilmu-ilmu ini) As-Sunnah (kumpulan hadist nabi yang membahas ilmu fiqih), Musnad (hadist yang riwayatnya sudah di sanadkan nabi).” Tutupnya.
Di akhir penyampaian materi, Syekh Maher Ahmad l-Hani ad-Dimasqy as-Syafi’I berpesan bahwa dalam belajar ilmu tidak hanya untuk mencari ijazah/syahadah ataupun bentuk penghargaan saja, tetapi keilmuan hadist itu harus diamalkan dalam kegiatan kita sehari-hari, dan juga kita sebagai akademisi harus menjadi garda penyebar hadist, karena kitalah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat.”
البروفيسور. دكتور. ح. Mufid Lc., M.S.I., selaku pemateri ke kedua mengatakan, “di era Global ini, di era internet sekarang kita tidak bisa mengetahui secara pasti apakah hadits ini kuat atau palsu, namun kita cenderung mengambil sumber hadits tersebut tanpa berpikir panjang dan mengkajinya secara utuh. Dalam materinya Prof. Mufid lebih banyak membahas tentang “mengapa banyak tersebar tantangan di era globalisasi ini, dan bagaimana cara mengatasi tantangan di era globalisasi ini yang tersebar sangat cepat”.
Menjelang akhir acara seminar nasional suasana menjadi aktif, antusias dari mahasiswa aktif dalam mengajukan pertanyaan kepada kedua materi tersebut. Akhirnya, ضرب الحق 12.15 acara di tutup dengan penyerahan cinderamata yang diserahkan oleh KH. Ahmad Zaky Fuad. إس تي آي. M.Ag., kepada Syekh Maher dan ditutup dengan do’a oleh Syekh Maher Ahmad al-Hani as-Syafi’i ad-Dimasqy.
معلومة : يسرون ريدو نورفاتوني
محرر : Ihsan Ahmad